Pages

Subscribe:

Kamis, 29 November 2012

FUNDASI PENELITIAN KUALITATIF


FUNDASI PENELITIAN KUALITATIF
            Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986:9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik presfektif kedalam, etnometodologi, “th e Chicago School”, fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (lihat Bogdan dan Biklen, 1982:3). Kirk dan Miller (1986:9) mendifinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang tersebut dalam bahasanyaa dan dalam peristilahannya. Penelitiaan kualitatif memiliki sejumlah ciri yang menbedakannnya dengan penelitiian jenis lain. Lincoln dan Guba (1985:39-44) mengulas sepuluh buah ciri penelitian kualitatif yaitu memiliki ciri latar ilmiah, manusia sebagai alat (instrumen), metode kualitatif, analisis data secara induktif, teori dari dasar (grounded theory), deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, dan desain yang bersifat sementara, serta hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
            Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistemtis yang dikaitkan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris. Dalam uraian tentang dasar teori tersebut, Bogda dan Biklen (1982:30) menggunakan istilah paradigma yang diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi yang secara logis di anut bersama, konsep atau proposisi yang mengarahakan cara berfikir dan cara penelitian.  Penelitian kualitatif tidak mengacu pada positivisme tetapi leebih mengacu pada presfektif fenomenologis yang di ikuti interaksi simbolis, kebudayaan, dan diakhiri dengan etnometodologi. Pendekatan fenomenologi dalam pandanganya berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang – orang biasa dalam situasi – situasi tertentu dengan penekanan aspek subjektif dari perilaku orang. Bersasmaaan dengan presfektif fenomenologis, pendekatan interaksi simbolik berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertiaanya sendiri, sebaliknya pengertianitu diberikan untuk mereka. Pendekatan fenomenologi dalam studi tentang pendidikan biasa menggunakan pendekatan antropologi yang membantu memperluas pengertian dan bagaimana mempertajam penelitian. Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman yang menimbulkan perilaku (Spradley, 1980:5 dalam Bagdan dan Biklen:35). Kebudayaan memberikan tekanan pada semantik dan menganjurkan bahwa ada pebedaan antara pengetahuan perilaku dan bahasa khas sekelompok orang dan dapat melakukannya sendiri. Dalam pelengkapannya etnometologi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjuk pada apa yang kakan diteliti. Etnometodologi adalah studi ntang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari – hari.
            Guba dan Lincoln ( 1981:62-82) mempertentangkan tentang kedua penelitian yakni penelitian kualitatif dan kuantitatif. Untuk penelitian kuantitatif digunakan istilah scientific paradigm (paradigma ilmiah, penulis), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan naturalistic inquiry atau inkuiri ilmiah. Ada beberapa hal yang mendasar yang menbedakan keduanya diantaranya sebagai berikut.


No
INSTRUMEN
Penelitian kualitatif
Penelitian Kuantitatif
1
teknik
Paradigma alamiah
Paradigma ilmiah
2
Kriteria kualitas
Kriteria relevansi
Kriteria rigor
3
Sumber teori
Perilaku sosial
Dari alam atau dunia nyata
4
Pertanyaan tentang kausalitas
Mengenai latar imiah
Mengenai sombiosis
5
Tipe pengetahuan yang digunakan
Pengetahuan yang diketahui bersama
Pengetahuan proposisional
6
pendirian
ekspansionis
reduksionis
7
maksud
Yang belum ada dalam teori yang berlaku
Verifikasi hipotesis yang dispesifikasikan secara a priori
8
instrumen
Bergantung pada dirinya sebagai lalat pengumpul data
Tes tertulis atau kuesioner
9
Waktu untuk mengumpulkan data dan aturan analisis
Memformulasikan secara a priori dan dikatagorikn dalam bentuk kasar
Semua aturan pengumpulan dan analisis data sebelumnya
10
Desain
Disusus sebelumnya secara tidak lengkap
Disusun sebelum fakta dikumpulkan
11
latar
Penelitian dalam latar alamiah
laboratorium

12
perlakuan
asing
Sangat penting
13
Satuan kajian
Satuan kajian lebih sederhana
Variabel an semua hubungan yang dinyatakan antara variabel atau sistem variabel.
14
Unsur kontekstual
Tidak tertarik pada kontrol
Mengontrol seluruh unsur yang menggangu

            Bogdan dan Taylor (1982: 39-48) mengajukan delapan pertanyaan umum tentang penelitian kualitatif dan mnjelaskan jawabannya.
1        Dapatkah pendekatan kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama – sama?
2        Apakan penelitian kualitatif itu benar – benar ilmiah?
3        Bagaimana perbdaan penelitian kualitatif dengan pekerjaan guru dan wartaawan?
4        Apakah pandangan, prasangka, dan semacamnya berpengaruh terhadap data?
5        Apakah kehadiran peneliti mengubah perilaku orang – orang yang sedang diteliti?
6        Apakah dua orang peneliti yang meneliti secara terpisah dapat menghasilakan kesimpulan yang sama?
Paradigma penelitian kualitatif, ada beberapa macam paradigma tetapi mendomisi ilmu pengetahuan adalah scientifik paradig dan naturalistic paradigm. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positifisme sedngkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologisme.
Snelbecker (1974:31) mendifinisikan teori sebagai seperngkat proposisis yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengukuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu degan yang lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagi wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Snelbecker (1974: 28-31) menyatakan ada empat fungsi teori:
1.      Mensistemasikan penemuan – penemuan penelitian
2.      Menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban – jawaban
3.      Menbut ramalan atas dassar penemuan
4.      Menyajikan penjelasan
Menurut Glaser dan Strauss (1980:31) untuk keperluan penelitian kualitatif yang yang dikenal dengan teori dari dasar, penyajian suatu teori dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu: a. Penyajian dalam bentuk seperangkat proposisi atau secara proposisional dan b. Dalam bentuk diskusi teoritis yang dimanfaatkan katagori konseptual dan kawasannya. Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substansi dan teori formal. Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan. Mengenai unsur – unsur teori yang dibentuk melalui analisis perbandingan meliputi a) katagori konseptual dan kawasasn konseptualnya dan, b) hipotesisi atau hubungan generalisasi diantara katagori dan kawasannya serta integrasi.
Penyusunan teori (theory generation), penyusunan teori forlmal dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung berarti pennyususnan dilakukan melalui teori substansi terlebih dahulu. Penyusunan teori formal secara tidak langsung ada dua jenis yaitu teori formal satu bidang dan teori formal dua bidang. Pembentukan teori dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui verifikasi terhadap suatu teori yang berlaku atau terhadap teori baru yang baru muncul dari data. Pengajuan hipotesis dari suatu teori yang berlaku dalam hal ini adalah menguji relevansi katagori – katagorinya yang dilakukan dengan jalan perbandingan data.
Beberapa persoalan yang berkaitaan dengn teori, ada empat persoalan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan penyusunan teori. Persoalan – persoalan tersebut terdiri dari (1) generalisasi, (2) kausalitas, dan (3) emik-etik. Generalisasi akan menjadi persoalan apabila kita mengadopsi konssep generalisasiparadigma ilmiah, kemudian menerapkannya dalam penelitian kualitatif.  Oleh karena itu, generalisasi akan dipersoalkan dan dipengaruhi oleh pandangan dan pendapat Lincoln dan Guba (1985:110-128). Persoalan generalisasi diuraiakan dari segi generalisasi sebagai tujuan ilmu, beberapa persoalan konsep generalisasi klasik, generalisasi alamiah sebagai suatu alternatif, dan hipotesis kerja dan ciri – cirinya. Persoalan kausalitas, merupakan konsep yang berusaha mencari sebab-akibat berawal dari penelitian klasik yang lebih banyak memberi perhatian, trutama pada latar eksperimental.
Pada saat ini persoalan emik dan etik lebih populer dibidang antropologi dan keduanya jelas sangat relevan untuk dibahas dalam penelitian kualitatif dan kedua persoalan itu dibahas dalam tulisan Kenneth L. Pike (1954, Vol. 1:8-28). Pendekatan emik adalah struktiral yang berarti peneliti berasumsi bahwa perilaku manusia terpola dalam sistem pola itu sendiri dengan tujuan mengungkapkan dan menguraiakan sistem perilaku bersama satuan strukturnya dan kelompok struktural satuan – satuan itu. Sedangkan pendekatan etik terdiri atas kumpulan rumit antara tujuan dan prosedur dengan tujuannya yang dapat dikatakan nonstruktural atau mengikuti pengelompokan dengan tujuan pokok kegiatan lainnya adalah aplikasi, pada tahap permulaan penelitian emik, suatu klasifikasi etik yang telah dibuat atas dasar tipe – tipe yang telah disusun sebelumnya terhadap sistem kultur atau bahaasa tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar