FUNDASI PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif menurut Kirk
dan Miler (1986:9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang
dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Ada beberapa istilah yang
digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuri
naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik presfektif
kedalam, etnometodologi, “th e Chicago School”, fenomenologis, studi kasus,
interpretatif, ekologis, dan deskriptif (lihat Bogdan dan Biklen, 1982:3). Kirk
dan Miller (1986:9) mendifinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang –
orang tersebut dalam bahasanyaa dan dalam peristilahannya. Penelitiaan
kualitatif memiliki sejumlah ciri yang menbedakannnya dengan penelitiian jenis
lain. Lincoln dan Guba (1985:39-44) mengulas sepuluh buah ciri penelitian
kualitatif yaitu memiliki ciri latar ilmiah, manusia sebagai alat (instrumen),
metode kualitatif, analisis data secara induktif, teori dari dasar (grounded
theory), deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya “batas”
yang ditentukan oleh “fokus”, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, dan
desain yang bersifat sementara, serta hasil penelitian dirundingkan dan
disepakati bersama.
Pada penelitian kualitatif, teori
dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistemtis yang dikaitkan dengan
seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris.
Dalam uraian tentang dasar teori tersebut, Bogda dan Biklen (1982:30)
menggunakan istilah paradigma yang diartikan sebagai kumpulan longgar tentang
asumsi yang secara logis di anut bersama, konsep atau proposisi yang mengarahakan
cara berfikir dan cara penelitian.
Penelitian kualitatif tidak mengacu pada positivisme tetapi leebih
mengacu pada presfektif fenomenologis yang di ikuti interaksi simbolis,
kebudayaan, dan diakhiri dengan etnometodologi. Pendekatan fenomenologi dalam
pandanganya berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang –
orang biasa dalam situasi – situasi tertentu dengan penekanan aspek subjektif
dari perilaku orang. Bersasmaaan dengan presfektif fenomenologis, pendekatan
interaksi simbolik berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh
penafsiran. Objek, orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertiaanya
sendiri, sebaliknya pengertianitu diberikan untuk mereka. Pendekatan
fenomenologi dalam studi tentang pendidikan biasa menggunakan pendekatan
antropologi yang membantu memperluas pengertian dan bagaimana mempertajam
penelitian. Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diperoleh manusia dan
digunakan untuk menafsirkan pengalaman yang menimbulkan perilaku (Spradley,
1980:5 dalam Bagdan dan Biklen:35). Kebudayaan memberikan tekanan pada semantik
dan menganjurkan bahwa ada pebedaan antara pengetahuan perilaku dan bahasa khas
sekelompok orang dan dapat melakukannya sendiri. Dalam pelengkapannya
etnometologi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan
menunjuk pada apa yang kakan diteliti. Etnometodologi adalah studi ntang
bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari – hari.
Guba dan Lincoln ( 1981:62-82)
mempertentangkan tentang kedua penelitian yakni penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Untuk penelitian kuantitatif digunakan istilah scientific paradigm (paradigma ilmiah,
penulis), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan naturalistic inquiry atau inkuiri ilmiah. Ada beberapa hal yang
mendasar yang menbedakan keduanya diantaranya sebagai berikut.
No
|
INSTRUMEN
|
Penelitian
kualitatif
|
Penelitian
Kuantitatif
|
1
|
teknik
|
Paradigma alamiah
|
Paradigma ilmiah
|
2
|
Kriteria kualitas
|
Kriteria relevansi
|
Kriteria rigor
|
3
|
Sumber teori
|
Perilaku sosial
|
Dari alam atau dunia nyata
|
4
|
Pertanyaan tentang kausalitas
|
Mengenai latar imiah
|
Mengenai sombiosis
|
5
|
Tipe pengetahuan yang digunakan
|
Pengetahuan yang diketahui
bersama
|
Pengetahuan proposisional
|
6
|
pendirian
|
ekspansionis
|
reduksionis
|
7
|
maksud
|
Yang belum ada dalam teori yang
berlaku
|
Verifikasi hipotesis yang
dispesifikasikan secara a priori
|
8
|
instrumen
|
Bergantung pada dirinya sebagai
lalat pengumpul data
|
Tes tertulis atau kuesioner
|
9
|
Waktu untuk mengumpulkan data dan
aturan analisis
|
Memformulasikan secara a priori
dan dikatagorikn dalam bentuk kasar
|
Semua aturan pengumpulan dan
analisis data sebelumnya
|
10
|
Desain
|
Disusus sebelumnya secara tidak
lengkap
|
Disusun sebelum fakta dikumpulkan
|
11
|
latar
|
Penelitian dalam latar alamiah
|
laboratorium
|
12
|
perlakuan
|
asing
|
Sangat penting
|
13
|
Satuan kajian
|
Satuan kajian lebih sederhana
|
Variabel an semua hubungan yang
dinyatakan antara variabel atau sistem variabel.
|
14
|
Unsur kontekstual
|
Tidak tertarik pada kontrol
|
Mengontrol seluruh unsur yang
menggangu
|
Bogdan dan Taylor (1982: 39-48)
mengajukan delapan pertanyaan umum tentang penelitian kualitatif dan mnjelaskan
jawabannya.
1
Dapatkah pendekatan kuantitatif dan
kualitatif digunakan bersama – sama?
2
Apakan penelitian kualitatif itu benar –
benar ilmiah?
3
Bagaimana perbdaan penelitian kualitatif
dengan pekerjaan guru dan wartaawan?
4
Apakah pandangan, prasangka, dan
semacamnya berpengaruh terhadap data?
5
Apakah kehadiran peneliti mengubah
perilaku orang – orang yang sedang diteliti?
6
Apakah dua orang peneliti yang meneliti
secara terpisah dapat menghasilakan kesimpulan yang sama?
Paradigma penelitian kualitatif, ada
beberapa macam paradigma tetapi mendomisi ilmu pengetahuan adalah scientifik paradig dan naturalistic paradigm. Paradigma ilmiah
bersumber dari pandangan positifisme sedngkan pandangan alamiah bersumber pada
pandangan fenomenologisme.
Snelbecker (1974:31) mendifinisikan
teori sebagai seperngkat proposisis yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu
yang mengukuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu degan
yang lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagi wahana
untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Snelbecker (1974:
28-31) menyatakan ada empat fungsi teori:
1. Mensistemasikan
penemuan – penemuan penelitian
2. Menjadi
pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti
mencari jawaban – jawaban
3. Menbut
ramalan atas dassar penemuan
4. Menyajikan
penjelasan
Menurut
Glaser dan Strauss (1980:31) untuk keperluan penelitian kualitatif yang yang
dikenal dengan teori dari dasar, penyajian suatu teori dapat dilaksanakan dalam
dua bentuk yaitu: a. Penyajian dalam bentuk seperangkat proposisi atau secara
proposisional dan b. Dalam bentuk diskusi teoritis yang dimanfaatkan katagori
konseptual dan kawasannya. Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang
disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substansi
dan teori formal. Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk
keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan
teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara
konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan. Mengenai unsur – unsur
teori yang dibentuk melalui analisis perbandingan meliputi a) katagori
konseptual dan kawasasn konseptualnya dan, b) hipotesisi atau hubungan
generalisasi diantara katagori dan kawasannya serta integrasi.
Penyusunan
teori (theory generation), penyusunan teori forlmal dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Secara tidak langsung berarti pennyususnan dilakukan
melalui teori substansi terlebih dahulu. Penyusunan teori formal secara tidak
langsung ada dua jenis yaitu teori formal satu bidang dan teori formal dua
bidang. Pembentukan teori dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui
verifikasi terhadap suatu teori yang berlaku atau terhadap teori baru yang baru
muncul dari data. Pengajuan hipotesis dari suatu teori yang berlaku dalam hal
ini adalah menguji relevansi katagori – katagorinya yang dilakukan dengan jalan
perbandingan data.
Beberapa
persoalan yang berkaitaan dengn teori, ada empat persoalan yang berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan penyusunan teori. Persoalan – persoalan
tersebut terdiri dari (1) generalisasi, (2) kausalitas, dan (3) emik-etik.
Generalisasi akan menjadi persoalan apabila kita mengadopsi konssep
generalisasiparadigma ilmiah, kemudian menerapkannya dalam penelitian
kualitatif. Oleh karena itu,
generalisasi akan dipersoalkan dan dipengaruhi oleh pandangan dan pendapat
Lincoln dan Guba (1985:110-128). Persoalan generalisasi diuraiakan dari segi
generalisasi sebagai tujuan ilmu, beberapa persoalan konsep generalisasi
klasik, generalisasi alamiah sebagai suatu alternatif, dan hipotesis kerja dan
ciri – cirinya. Persoalan kausalitas, merupakan konsep yang berusaha mencari
sebab-akibat berawal dari penelitian klasik yang lebih banyak memberi
perhatian, trutama pada latar eksperimental.
Pada
saat ini persoalan emik dan etik lebih populer dibidang antropologi dan
keduanya jelas sangat relevan untuk dibahas dalam penelitian kualitatif dan
kedua persoalan itu dibahas dalam tulisan Kenneth L. Pike (1954, Vol. 1:8-28). Pendekatan
emik adalah struktiral yang berarti peneliti berasumsi bahwa perilaku manusia
terpola dalam sistem pola itu sendiri dengan tujuan mengungkapkan dan
menguraiakan sistem perilaku bersama satuan strukturnya dan kelompok struktural
satuan – satuan itu. Sedangkan pendekatan etik terdiri atas kumpulan rumit
antara tujuan dan prosedur dengan tujuannya yang dapat dikatakan nonstruktural
atau mengikuti pengelompokan dengan tujuan pokok kegiatan lainnya adalah
aplikasi, pada tahap permulaan penelitian emik, suatu klasifikasi etik yang
telah dibuat atas dasar tipe – tipe yang telah disusun sebelumnya terhadap
sistem kultur atau bahaasa tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar