GOOD
GOVERNANCE
Konsep
governance dalam clean and good governance banyak masyarakan merancukan dengan
konsep goverment. Konsep konsep governance lebih inklusif dari pada goverment. Konsep goverment menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan
kewenangan tertinggi ( negara dan pemerintah). Konsep governance tidak sekedar melibatkan pemerintah dan negara, tetapi
juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara sehingga pihak – pihak
yang terlibat juga sangat luas (Ganie Rochman, 2000:141).
Lembaga
administrasi Negara (2000:1) mengartikan Governance
sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan
penyediaan public goods and services. Governance
adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif
(Ganie Rochman, 2000:142). Unsur utama
yang dilibatkan dalam penylenggaraan kepemerintahan menurut UNDP terdiri atas
tiga macam, yaitu the state, the private
sector, dan civil society organization.
Menurut
Pierre Landel-Mills dan Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan
untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi. UNDP sebgaimana
yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2007:7) mengajukan karakteristik
good governance yakni: participation,
rule of the law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity,
effectiveness and afficiency, accountability and strategic vision.
Menurut
Institute on Governance (1996),
sebagaimana di kutip Nisjar (1997), untuk menciptakan good governance perlu diciptakan hal – hal sebagai berikut: 1)
kerangka kerja tim (team work), 2)
hubungan kemitraan, 3) pemahaman dan komitmen terhadap tanggungjawab dan
kerjasama serta sinergisme dalam pencapaian tujuan, 4) adanya dukungan dan
sistem imbalan untuk menanggulangi resiko (risk
taking), dan 5) adanya pelayanan administrasi publik yang berorientasi pada
masyarakat.
UNDP
(1997:43) mengemukakan 10 langkah pelaksaan perwujudan good governance, 10 langkah itu adalah sebagai berikut: a. Understanding and appreciating the
potential of good governance for equitable development, b. Overcoming distrust
among patners and gaining mutual respect, c. Consensus building on core
principles of patnership, formalizing patner-ship, formalizing patnership and
assigning specific responsibilities, d. Planning minicipal development revenue
and mobilizing new resource, e. Reviewing municipal revenue and mobilizing new
resource, f. Reviewing and upgrading management tools for governance and
patnerships, g. Setting un system to obtain skills, information and knowledge
on regular basic, h. Revesion of prosedures and legislation and mid-course
corrections, i. Regular review of performance and, j. Scalling up good governace practice.
Asep
Kartiwa merumuskan strategi reformasi birokrasi (bureaucracy reform) dalam mewujudkan good governance di daerah. Menurutnya, ada kendala atau
permasalahan dalam birokrasi, yaitu kendala politik, kendala sistem birokrasi,
dan kendala sosial budaya.
ANALISIS
Good
governance merupakan suatu tindak lanjut atau evolusi penyelenggaraan
pemerintahan dari perubahan good goverment dalam suatu bentuk pemerintahan. Good
governance ini cendrung lebih efektif dan efisien dalam proses dan tujuannya
sehingga good governance dikatagorikan sebagai suatu proses pemerintahan yang
baik diterapakan di semua negara karena good governance bisa menyeimbangkan
keselarasaan pemerintah dengan pihak lain di berbagai sektor untuk menciptakan
suatu keteraturan di dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih.
Menurut
pengertian dan sistem dari uraian dari Good governance yang memang sangat ideal
untuk diaplikasikan sebagai tujuan suatu negara sesuai dengan Lembaga
Adminstrasi negara yang mengartikannya sebagai penyelenggaraan negara dalam
melaksanakan penyediaan public goods and
service, namun jika di pandang dari hasil kinerja pemerintah sekarang belum
bisa dikatakan sebagai seratus persen good governance pada keseluruhan aspek
pemerintahan yang telah dijalankan karena belum adanya kepuasan publik dengan
adanya kebijakan – kebijakan yang telah dibuat pemerintah seperti halnya
dengan perombakan kabinet baru atau
disebut dengan reshuffle yang dilakukan oleh presiden Sosilo Bambang Yodhoyono
yang keputusannya memberikan pemicu kekecewaan pada rakyat seperti halnya yang
dikutip dari harian Kompas yang diambil dari ungkapan Gun Gun Heryanto yakni
seorang Pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah mengenai Tiga Pemicu Rakyat Kecewa pada SBY, disitu dituliskan
bahwa ada tiga hal yang membuat rakyat kecewa dan tidak puas pada hasil
perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pertama, Presiden Yudhoyono masih
mempertahankan menteri-menteri yang semestinya bertanggung jawab pada praktik
korupsi yang terjadi di kementeriannya. Di antaranya Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi serta Menteri Pemuda dan Olah Raga. "Terlepas dari terlibat
atau tidaknya dua menteri itu, kredibilitas mereka diragukan publik, karena
dianggap menciderai pelaksanaan good governance dan clean
government," katanya di Jakarta, Rabu (19/10/2011). Hal kedua yang
mengecewakan adalah presiden hanya menambal sulam kabinet. Presiden seolah-olah
menjalankan keinginan publik dengan memasukkan kaum profesional di posisi wakil
menteri. Sementara posisi menteri masih didominasi oleh orang dari partai
politik. Penempatan kalangan profesional tidak akan berpengaruh banyak, karena
sebenarnya pengambilan keputusan atau kebijakan masih menjadi domain menteri. Masalah
ketiga adalah, tidak adanya kesesuaian antara pertimbangan perombakan kabinet
dengan kenyataan yang dilakukan Presiden. Salah satu pertimbangan reshuffle
yang disampaikan SBY, ada untuk menempatkan orang pada tempat yang tepat.
Tetapi dalam praktiknya, banyak menteri yang ditempatkan di kementerian yang
tidak tepat untuk mereka.
Reshuffle yang
ditujuankan sebagai mengevaluasi bentuk dan penempatan para mentri yang mendapat
rapot merah oleh presiden SBY ini lebih memberi pemicu dari kekecewaan rakyat
terutama yang paling mendasar sebenarnya adalah lebih banyaknya pengeluaran
anggaran untuk menggaji para mentri dan wakil mentri baru yang telah diangkat tersebut, bukan
sedikit anggaran yang akan dikeluarkan pemerintah hanya untuk para mentri
seharusnya pemerintah lebih mengupayakan dan meningkatkan kinerja para mentri
yang sudah ada diakhir – akhir masa pemerintahan SBY tersebut, meskipun tujuan
dari reshuffle tersebut baik tetapi lebih cendrung mendatangkan argumen –
argumen miring tentang adanya reshuffle tersebut.
Menurut
Pierre Landel-Mills dan Ismael Seregeldin yang mendefinisikan good governance sebagai penggunaan
otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan
sosial ekonomi. Disini politik bermain dengan otoritasnya menjadikan kekuasaan
bertindak sebagai ultimatum pemerintahan menuju good governance namun pada
kenyataan yang didapati sekarang ini politik dan kekuasaan dimanfaatkan sebagai
lahan basah oknum yang berkuasaan untuk memonopoli kekayaan sumberdaya yang ada
untuk kepentingan pribadi semata seperti halnya KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), tentu hal ini memberikan dampak negatif bagi perekonomian dan
pembangunan sosial masyarakat untuk menuju good governance menjadi terhambat,
terutama dengan adanya keterpurukan pembangunan dan banyaknya penggguran serta
meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia yang menambah deretan panjang
permasalahan yang ada sehingga dinamika ini sulit diatasi oleh pemerintah yang
tidak menampaki masalah tersebut dengan serius. Pemanfaatan sumberdaya alam yang ada juga sekarang ini
lebih cendrung kurang efisien dan produktif dengan adanya penebangan dan
pembalakan hutan secara liar dan besar – besaran yang berakibat fatal bagi
kehidupan manusia maka pemerintah menggalakan penanaman satu juta pohon untuk
menanggulangi hal tersebut namun yang didapati program pemerintah tersebut
masih belum efektif dengan tidak adanya pemusatan fokus pemerintah tersebut hanya sebagai
mencangangkan kegiatan saja dan sudah tentu hal ini berdampak pada lingkungan
masyarakat dan sosial ekonomi pemerintah karena kurangnya pemasokan visa dari sektor perhutanan.
Asep Kartiwa merumuskan strategi reformasi
birokrasi (bureaucracy reform) dalam
mewujudkan good governance di daerah.
Menurutnya, ada kendala atau permasalahan dalam birokrasi, yaitu kendala
politik, kendala sistem birokrasi, dan kendala sosial budaya. Apa yang
dikatakan oleh Asep Kartiwa memang benar adanya karena di daerah lebih banyak
terhambat oleh kendala – kendala pada sebuah sub sistem pada badan birokrasi
sehingga perwujudan good governance sulit ditargetkan sebelum adanya berbenah
diri dalam batang tubuh birokrasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Joko.2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja.
Jawa Timur: BAYUMEDIA
Santoso, Pandji.2009. Administrasi Publik. Bandung: REFIKA
ADITAMA
Karta.
Tiga Pemicu Rakyat Kecewa pada SBY (online).
http://
KOMPAS.com. terbitan
Rabu (19/10/2011).
dah ad Blog juga yach,,, mantap2,, 86..
BalasHapushehehe
BalasHapusea dunk!!!
xn mu exis ugak..hee