Pages

Subscribe:

Jumat, 13 Januari 2012

good governance








GOOD GOVERNANCE
Konsep governance dalam clean and good governance banyak masyarakan merancukan dengan konsep goverment. Konsep konsep governance lebih inklusif dari pada goverment. Konsep goverment menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi ( negara dan pemerintah). Konsep governance tidak sekedar melibatkan pemerintah dan negara, tetapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara sehingga pihak – pihak yang terlibat juga sangat luas (Ganie Rochman, 2000:141).
Lembaga administrasi Negara (2000:1) mengartikan Governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif (Ganie Rochman, 2000:142).  Unsur utama yang dilibatkan dalam penylenggaraan kepemerintahan menurut UNDP terdiri atas tiga macam, yaitu the state, the private sector, dan civil society organization.
Menurut Pierre Landel-Mills dan Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi. UNDP sebgaimana yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2007:7) mengajukan karakteristik good governance yakni: participation, rule of the law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and afficiency, accountability and strategic vision.
Menurut Institute on Governance (1996), sebagaimana di kutip Nisjar (1997), untuk menciptakan good governance perlu diciptakan hal – hal sebagai berikut: 1) kerangka kerja tim (team work), 2) hubungan kemitraan, 3) pemahaman dan komitmen terhadap tanggungjawab dan kerjasama serta sinergisme dalam pencapaian tujuan, 4) adanya dukungan dan sistem imbalan untuk menanggulangi resiko (risk taking), dan 5) adanya pelayanan administrasi publik yang berorientasi pada masyarakat.
UNDP (1997:43) mengemukakan 10 langkah pelaksaan perwujudan good governance, 10 langkah itu adalah sebagai berikut: a. Understanding and appreciating the potential of good governance for equitable development, b. Overcoming distrust among patners and gaining mutual respect, c. Consensus building on core principles of patnership, formalizing patner-ship, formalizing patnership and assigning specific responsibilities, d. Planning minicipal development revenue and mobilizing new resource, e. Reviewing municipal revenue and mobilizing new resource, f. Reviewing and upgrading management tools for governance and patnerships, g. Setting un system to obtain skills, information and knowledge on regular basic, h. Revesion of prosedures and legislation and mid-course corrections, i. Regular review of performance and,  j. Scalling up good governace practice.
Asep Kartiwa merumuskan strategi reformasi birokrasi (bureaucracy reform) dalam mewujudkan good governance di daerah. Menurutnya, ada kendala atau permasalahan dalam birokrasi, yaitu kendala politik, kendala sistem birokrasi, dan kendala sosial budaya.
ANALISIS
Good governance merupakan suatu tindak lanjut atau evolusi penyelenggaraan pemerintahan dari perubahan good goverment dalam suatu bentuk pemerintahan. Good governance ini cendrung lebih efektif dan efisien dalam proses dan tujuannya sehingga good governance dikatagorikan sebagai suatu proses pemerintahan yang baik diterapakan di semua negara karena good governance bisa menyeimbangkan keselarasaan pemerintah dengan pihak lain di berbagai sektor untuk menciptakan suatu keteraturan di dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih.
  Menurut pengertian dan sistem dari uraian dari Good governance yang memang sangat ideal untuk diaplikasikan sebagai tujuan suatu negara sesuai dengan Lembaga Adminstrasi negara yang mengartikannya sebagai penyelenggaraan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service, namun jika di pandang dari hasil kinerja pemerintah sekarang belum bisa dikatakan sebagai seratus persen good governance pada keseluruhan aspek pemerintahan yang telah dijalankan karena belum adanya kepuasan publik dengan adanya kebijakan – kebijakan yang telah dibuat pemerintah seperti halnya dengan  perombakan kabinet baru atau disebut dengan reshuffle yang dilakukan oleh presiden Sosilo Bambang Yodhoyono yang keputusannya memberikan pemicu kekecewaan pada rakyat seperti halnya yang dikutip dari harian Kompas yang diambil dari ungkapan Gun Gun Heryanto yakni seorang Pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengenai Tiga Pemicu Rakyat Kecewa pada SBY, disitu dituliskan bahwa ada tiga hal yang membuat rakyat kecewa dan tidak puas pada hasil perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
 Pertama, Presiden Yudhoyono masih mempertahankan menteri-menteri yang semestinya bertanggung jawab pada praktik korupsi yang terjadi di kementeriannya. Di antaranya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Pemuda dan Olah Raga. "Terlepas dari terlibat atau tidaknya dua menteri itu, kredibilitas mereka diragukan publik, karena dianggap menciderai pelaksanaan good governance dan clean government," katanya di Jakarta, Rabu (19/10/2011). Hal kedua yang mengecewakan adalah presiden hanya menambal sulam kabinet. Presiden seolah-olah menjalankan keinginan publik dengan memasukkan kaum profesional di posisi wakil menteri. Sementara posisi menteri masih didominasi oleh orang dari partai politik. Penempatan kalangan profesional tidak akan berpengaruh banyak, karena sebenarnya pengambilan keputusan atau kebijakan masih menjadi domain menteri. Masalah ketiga adalah, tidak adanya kesesuaian antara pertimbangan perombakan kabinet dengan kenyataan yang dilakukan Presiden. Salah satu pertimbangan reshuffle yang disampaikan SBY, ada untuk menempatkan orang pada tempat yang tepat. Tetapi dalam praktiknya, banyak menteri yang ditempatkan di kementerian yang tidak tepat untuk mereka.
Reshuffle yang ditujuankan sebagai mengevaluasi bentuk dan penempatan para mentri yang mendapat rapot merah oleh presiden SBY ini lebih memberi pemicu dari kekecewaan rakyat terutama yang paling mendasar sebenarnya adalah lebih banyaknya pengeluaran anggaran untuk menggaji para mentri dan wakil mentri  baru yang telah diangkat tersebut, bukan sedikit anggaran yang akan dikeluarkan pemerintah hanya untuk para mentri seharusnya pemerintah lebih mengupayakan dan meningkatkan kinerja para mentri yang sudah ada diakhir – akhir masa pemerintahan SBY tersebut, meskipun tujuan dari reshuffle tersebut baik tetapi lebih cendrung mendatangkan argumen – argumen miring tentang adanya reshuffle tersebut.
Menurut Pierre Landel-Mills dan Ismael Seregeldin yang mendefinisikan good governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi. Disini politik bermain dengan otoritasnya menjadikan kekuasaan bertindak sebagai ultimatum pemerintahan menuju good governance namun pada kenyataan yang didapati sekarang ini politik dan kekuasaan dimanfaatkan sebagai lahan basah oknum yang berkuasaan untuk memonopoli kekayaan sumberdaya yang ada untuk kepentingan pribadi semata seperti halnya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tentu hal ini memberikan dampak negatif bagi perekonomian dan pembangunan sosial masyarakat untuk menuju good governance menjadi terhambat, terutama dengan adanya keterpurukan pembangunan dan banyaknya penggguran serta meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia yang menambah deretan panjang permasalahan yang ada sehingga dinamika ini sulit diatasi oleh pemerintah yang tidak menampaki masalah tersebut dengan serius. Pemanfaatan  sumberdaya alam yang ada juga sekarang ini lebih cendrung kurang efisien dan produktif dengan adanya penebangan dan pembalakan hutan secara liar dan besar – besaran yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia maka pemerintah menggalakan penanaman satu juta pohon untuk menanggulangi hal tersebut namun yang didapati program pemerintah tersebut masih belum efektif dengan tidak adanya pemusatan  fokus pemerintah tersebut hanya sebagai mencangangkan kegiatan saja dan sudah tentu hal ini berdampak pada lingkungan masyarakat dan sosial ekonomi pemerintah karena kurangnya  pemasokan visa dari sektor perhutanan.
    Asep Kartiwa merumuskan strategi reformasi birokrasi (bureaucracy reform) dalam mewujudkan good governance di daerah. Menurutnya, ada kendala atau permasalahan dalam birokrasi, yaitu kendala politik, kendala sistem birokrasi, dan kendala sosial budaya. Apa yang dikatakan oleh Asep Kartiwa memang benar adanya karena di daerah lebih banyak terhambat oleh kendala – kendala pada sebuah sub sistem pada badan birokrasi sehingga perwujudan good governance sulit ditargetkan sebelum adanya berbenah diri dalam batang tubuh birokrasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Joko.2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jawa Timur: BAYUMEDIA
Santoso, Pandji.2009. Administrasi Publik. Bandung: REFIKA ADITAMA
Karta. Tiga Pemicu Rakyat Kecewa pada SBY (online). http:// KOMPAS.com. terbitan
Rabu (19/10/2011).


2 komentar: